Travel

Sabtu, 19 November 2011

10 November - Hari Pahlawan

Pada hari pahlawan kali ini saya ingin melakukan sesuatu yang berbeda, dulu ketika saya masih SD ataupun SMP akan diadakan perayaan, upacara, maupun lomba oleh pijak sekolah. Namun selepas itu tidak lagi, dan hari pahlawan saya lewatkan begitu saja. Semakin beranjak dewasa, pikiran saya pun berfikir lebih terbuka, mengapa hingga sampai sekarang saya bisa hidup dengan bebas? tidak diliputi perasaan takut dan hal mencekam lainnya?

Pertanyaan saya itu mengarah ke suatu jawaban, "Jauh sebelum engkau lahir, ada orang-orang yang rela mati demi memperoleh kemerdekaan, mereka rela meninggalkan hidup dan keluarganya demi negara, mereka rela menghadapi penjajah demi kebebasan hidup. Dan mereka tidak ingin martabat bangsanya jatuh.."

Dan mereka adalah Hero, Pahlawan

Sungguh gagah bukan?inikah pahlawan kita?...bukan
Sumber : www.fanpop.com 

Mereka pasti bisa menyelamatkan dunia!hehe merekalah pahlawan kita..apa?! bukan juga
Sumber : studyofenglish.wordpress.com

Well, gambar diatas mungkin merupakan bayangan pahlawan yang gagah, memiliki senjata lengkap, dan bakal gampang melawan musuh-musuhnya...Tapi hey! siapakah gerangan dua orang ini?

Walah, sudah kumal, kurus, hanya bersenjatakan bambu runcing pula..hmm orang bakal berfikir seperti ini. Tapi merekalah pahlawan sesungguhnya! mereka tidak gentar sedikitpun, mereka bangga dengan negerinya
Sumber : www.eocommunity.com

Saya bersyukur memiliki pahlawan yang membuat saya dan seluruh orang Indonesia hingga saat ini hidup bebas merdeka. Karena merasa bersalah telah menyepelekan mereka sebelumnya, saya ingin berziarah ke makam para pahlawan yang telah gugur. Untuk itu karena saya tinggal di Semarang, tempatnya adalah Taman Makam Pahlawan Giri Tunggal. Terletak di lokasi yang dilewati oleh jalan Pahlawan dan Jalan Sriwijaya.

Di taman makam pahlawan giri tunggal semarang, jumlah pahlawan yang disemayamkan sebanyak seribu 843 orang. dalam pemugaran kawasan tersebut menelan anggaran hingga 2 koma 7 miliar. dana tersebut diperoleh dari apbd jateng tahun 2009 satu koma 7 milyar, sementara sisanya 1 miliar berasal dari kementrian sosial ri. bangunan yang dipugar meliputi pintu gerbang, tembok nama dan pagar, petak makam, monumen, taman serta lampu penerangan. 


Gerbang Masuk TMP Giri Tunggal

Selasar ke arah area pusat TMP, terlihat ada tanaman rambat sebagai peneduh


Makin mendekat ke area pusat

taman makam pahlawan giri tunggal menjadi taman makam pahlawan terbaik dii tanah air milik pemerintah propinsi dan terbaik kedua setelah taman makam pahlawan kalibata.
Area sentral TMP, berisi Nama-nama pahlawan yang telah gugur dengan dikategorikan berdasarkan tahun wafat
Tagline dari TMP Giri Tunggal
Fasilitas untuk Difable
Area Utama TMP, biasa dilakukan upacara penghormatan di sini
Tulisan berbahasa jawa di tugu area sentral
Pemandangan ke arah Jln. Pahlawan

Makam Mgr.Soegijapranata

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Albertus_Soegijapranata

Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ (lahir di Soerakarta, Jawa Tengah, 25 November 1896 – meninggal di Steyl, Venlo, Belanda, 22 Juli 1963 pada umur 66 tahun, namanya dieja Sugiyopranoto) adalah Vikaris Apostolik Semarang, yang kemudian menjadi Uskup Agung Semarang. Ia juga merupakan Uskup pribumi Indonesia pertama. Sebagai seorang Pahlawan Nasional RI, berdasarkan SK Presiden RI no 152 tahun 1963 tertanggal 26 Juli 1963, beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Giritunggal, Semarang.

Papan penunjuk makam
Bangunan makam
Area makam (maaf saya tidak bisa mengambil gambar lebih dekat karena bertepatan dengan ziarah keluarga Mgr. Soegijapranata

Kariadi lahir di Kota Malang, pada 15 September 1905. Pendidikannya dimulai di Hollandsch Inlandsche School (HIS) di Malang dan ditamatkan di HIS Sidoardjo, Surabaya, lulus pada 1920. Pada 1921, ia berhasil memasuki Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS) atau Sekolah Kedokteran untuk Pribumi di Surabaya dan lulus pada 1931. Begitu lulus, dr. Kariadi bekerja sebagai asisten tokoh pergerakan, dr. Soetomo, di Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting (CBZ) di Surabaya. Setelah berdinas tiga tahun, dr. Kariadi ditugaskan ke Manokwari, Tanah Papua.


Dokter Kariadi menikah dengan drg. Soenarti, lulusan STOVIT (Sekolah Kedokteran Gigi) di Surabaya. Soenarti lulus sebagai dokter gigi pribumi pertama di Hindia Belanda. Setelah bertugas selama tiga tahun di Manokwari, dr. Kariadi kemudian dipindahkan ke Kroya (Banyumas). Baru dua tahun bertugas di sini, dr. Kariadi ditugaskan lagi ke luar Jawa, yaitu ke Martapura dan selesai bertugas 15 Mei 1942. Setelah itu, tepatnya 1 Juli 1942, dr. Kariadi ditugaskan sebagai Kepala Laboratorium Malaria di RS Pusat Rumah Sakit Rakyat (Purusara) di Semarang

Perang kemerdekaan terjadi tidak lama setelah proklamasi dikumandangkan, termasuk di Semarang. Para pemuda terus berusaha merebut persenjataan milik tentara Jepang. Pada 13 Oktober 1945 suasana di Semarang sangat mencekam. Tanggal 14 Oktober, Mayor Kido menolak penyerahan senjata sama sekali. Para pemuda pun marah dan rakyat mulai bergerak sendiri-sendiri. Aula Rumah Sakit Purusara dijadikan markas perjuangan. Para pemuda rumah sakit pun tidak tinggal diam dan ikut aktif dalam upaya menghadapi Jepang.

Pada Minggu, 14 Oktober 1945, pukul 6.30 WIB, pemuda-pemuda rumah sakit mendapat instruksi untuk mencegat dan memeriksa mobil Jepang yang lewat di depan RS Purusara. Mereka menyita sedan milik Kempetai dan merampas senjata mereka. Sore harinya, para pemuda ikut aktif mencari tentara Jepang dan kemudian menjebloskannya ke Penjara Bulu. Sekitar pukul 18.00 WIB, pasukan Jepang bersenjata lengkap melancarkan serangan mendadak sekaligus melucuti delapan anggota polisi istimewa yang waktu itu sedang menjaga sumber air minum bagi warga Kota Semarang Reservoir Siranda di Candilama. Kedelapan anggota Polisi Istimewa itu disiksa dan dibawa ke markas Kidobutai di Jatingaleh. Sore itu tersiar kabar tentara Jepang menebarkan racun ke dalam reservoir itu. Rakyat pun menjadi gelisah.

Selepas Magrib, ada telefon dari pimpinan Rumah Sakit Purusara, yang
memberitahukan agar dr. Kariadi segera memeriksa Reservoir Siranda
karena berita Jepang menebarkan racun itu. Dokter Kariadi, yang bertugas sebagai Kepala Laboratorium Rumah Sakit Purusara pun dengan cepat memutuskan harus segera pergi ke sana. Suasana sangat berbahaya karena tentara Jepang telah melakukan serangan di beberapa tempat termasuk di jalan menuju ke Reservoir Siranda. Isteri dr. Kariadi, drg. Soenarti mencoba mencegah suaminya pergi mengingat keadaan yang sangat genting itu. Namun dr. Kariadi berpendapat lain, ia harus menyelidiki kebenaran desas-desus itu karena menyangkut nyawa ribuan warga Semarang. Akhirnya drg. Soenarti tidak bisa berbuat apa-apa.

Tengah malam telefon berdering di rumah dr. Kariadi. Soenarti mengangkat telefon itu, ternyata dari Rumah Sakit Purusara: dr. Kariadi ditembak tentara Jepang dan tidak tertolong lagi nyawanya. Soenarti pun menangis. Hingga keesokan harinya, keluarga dr. Kariadi kebingungan karena tidak bisa datang ke rumah sakit, di mana jasad dr. Kariadi terbaring penuh luka karena suara tembakan terus terdengar di luar rumah.

Ternyata dalam perjalanan menuju Reservoir Siranda itu, mobil yang ditumpangi dr. Kariadi dicegat tentara Jepang di Jalan Pandanaran.
Bersama tentara pelajar yang menyopiri mobil yang ditumpanginya, dr. Kariadi ditembak secara keji. Ia sempat dibawa ke rumah sakit sekitar pukul 23.30 WIB. Ketika tiba di kamar bedah, keadaan dr. Kariadi sudah sangat gawat. Nyawa dokter itu tidak dapat diselamatkan. Ia gugur dalam usia 40 tahun satu bulan.

Sekitar pukul 3.oo WIB, 15 Oktober 1945, Mayor Kido memerintahkan sekitar 1.000 tentaranya untuk melakukan penyerangan ke pusat Kota
Semarang. Sementara itu, berita gugurnya dr. Kariadi yang dengan cepat tersebar, menyulut kemarahan warga Semarang. Hari berikutnya,
pertempuran meluas ke berbagai penjuru kota. Korban berjatuhan di mana-mana. Pada 17 Oktober 1945, tentara Jepang minta gencatan senjata, namun diam-diam mereka melakukan serangan ke berbagai kampung.

Sementara itu, karena kesibukan yang luar biasa dan situasi yang sangat gawat, jenazah dr. Kariadi belum dapat dimakamkan. Barulah pada 17 Oktober 1945, jenazah dimakamkan di halaman rumah sakit. Pemakaman berlangsung khidmat dengan naungan bendera Merah Putih meskipun sering terganggu dengan tembakan musuh. Anak-anak dr. Kariadi hadir di pemakaman, sedangkan istrinya merasa tidak mampu menyaksikan.

Pada 19 Oktober 1945, pertempuran terus terjadi di berbagai penjuru Kota Semarang. Pertempuran ini berlangsung lima hari dan memakan korban 2.000 orang Indonesia dan 850 orang Jepang. Di antara yang gugur, termasuk dr.Kariadi dan delapan karyawan RS Purusara.

Pada 5 November 1961, kerangka dr. Kariadi dipindahkan dari halaman RS Purusara ke Taman Makam Pahlawan Giri Tunggal Semarang. Menurut putrinya, Prof. Dr. Sri Hartini K.S. Kariadi, dr., Sp.PD-KEMD, ketika kerangka ayahandanya dipindahkan itu, ia sempat ikut memeriksa tulang-belulang ayahandanya. Sebagai mahasiswa kedokteran (waktu itu) ia melihat di tengkorak terdapat retakan membentuk celah, yang menunjukkan bekas pukulan benda tajam (mungkin dipukul dengan sangkur, sebelum ditembak).
Sumber : wikipedia

Well, tulisan di atas dibuat netral saja, karena saya tidak ingin bangsa ini melupakan jasa para pahlawannya. Saya ingin pemuda lebih banyak melakukan kegiatan positif, tidak hanya di hari pahlawan, namun di seluruh hidupnya. Tidak terkecuali para dewasa dan tetua yang harus mengajarkan nilai moral dan spiritual kepada penerusnya, baik lewat lembaga pendidikan maupun di keluarga. Sudah banyak ketidakadilan yang dialami bangsa ini karena penyelewengan garis perjuangan. Bangsa ini bukanlah bangsa terbelakang, perjuangan akan berlangsung hingga kapanpun, mulai dari saat ini, dari diri sendiri.

Mungkin ada pertanyaan, mengapa saya ke sana? saya tidak mendramatisasi ataupun bertujuan politis, namun saya ingin melihat, oh ternyata sebanyak ini orang - orang yang telah mendahului saya dengan kebanggaan atas diri mereka, bahkan ada yang di nisannya tertulis tanpa nama...waw! inikah yang disebut The Unsung Heroes (a person who makes a substantive yet unrecognized contribution; a person whose bravery is unknown or unacknowledged---http://dictionary.reference.com/browse/unsung+hero)

Akhir kata, Selamat Hari Pahlawan! bukan hanya di Surabaya, namun di seluruh Indonesia!

"Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri."
-Ir. Soekarno- 

"Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa - jasa pahlawannya."
-anonim-